Minggu, 21 Maret 2010

Ngayau, Suku Dayak, Penghormatan, dan Harga Diri



Saat saya pribadi, yang lahir di Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, melakukan perjalanan kedaerah Medan, tepatnya didaerah Belawan, untuk mengunjungi nenek dan kakek saya (Kebetulan ibu saya bersuku medan, padang, betawi, dan sunda, Ayah saya yang bersuku Banjar, kutai, dan Jawa). Beberapa anak-anak disana segan untuk berbicara pada saya, (Padahal saat itu saya masih berumur +8 Tahun). Beberapa hari saya lalui tanpa mendapat teman baru, saya cukup kesal,  saat saya tanya ke ibu saya saat itu, alasannya yang terucap adalah. " Mereka takut karna kamu anak dari Kalimantan', saat itu saya belum mengerti maksud ibu saya. Saya baru mengerti saat ibu saya menjelaskannya waktu saya duduk dikelas 3 MTs, anak-anak medan mengetahui suku Kalimantan, tepatnya " Suku Dayak ", sebagai suku kannibal, dan melakukan tradisi " Ngayau ". Maka dari itu anak-anak ditanah ibu saya itu cukup segan untuk berteman dengan saya karena cerita yang sangat mengerikan itu. (Pantas dulu saya dipanggil anak dayak di Medan sana). Tapi ada untungnya juga disegani kaya gitu karena disana anak-anaknya kalau saya kasih senyum langsung dibalas senyum, terserahlah karena terpaksa atau tidak. Yah walau semua tau saya saat itu anak paling nakal dari keluarga saya yang mengalahkan anak nakal dari medan sana, dengan adu pukul yang gak jelas (sekarang insyaallah udah tobat uy, jadi neng gelious atuh). Halah udahlah ayo kita bahas satu tradisi " Ngayau " yang membuat anak-anak sana (anak-anak medan) takut berteman dengan saya.

Ngayau, Apa itu???
 
Makna Sebenarnya dari Ngayau mempunyai arti turun berperang dalam rangka mempertahankan status kekuasaan misalnya mempertahankan atau memperluas daerah kekuasaan yang dibuktikan banyaknya kepala musuh. Semakin banyak kepala musuh yang diperoleh semakin kuat/perkasa orang yang bersangkutan.
 
Oleh itu, paling tepat kalau dikatakan bahawa, aktivitas "Ngayau" dijalankan untuk mendapat penghormatan di mata masyarakat. Dalam arti kata lain, "ngayau" juga berperanan untuk menaikan taraf sosial seseorang. Orang yang pernah memperoleh kepala dalam aktivitas "ngayau" yang disertainya akan digelar sebagai "Bujang Berani" (orang yang gagah berani/ksatria), serta dikaitkan dengan hal-hal sakti. Ternyata bahwa masyarakat Iban Tradisional tidak memandang "Ngayau" sebagai tradisi yang tidak manusiawi. Malah berdasarkan cerita lisan masyarakat Iban juga, "ngayau" sentiasa dikaitkan dengan bebagai-bagai unsur positif. Misalnya, "Ngayau sebagai lambang keberanian, Simbol Kelelakian/kejantanan, serta martabat Sosial.

Ngayau, merupakan tradisi kaum Dayak Iban pada zaman dahulu kala. Kini tradisi memburu kepala atau "ngayau" tidak lagi diamalkan dan telah diharamkan terutama pada zaman penjajahan . Banyak yang berpikir dan berpendapat bahwa: "lelaki iban yang berjaya memperolehi kepala dalam ekspedisi ngayau akan menjadi rebutan atau digilai para wanita" ini karena dia melambangkan keberanian dan menjadi salah satu jaminan dan kepercayaan bahawa lelaki tersebut mampu menjamin keselamatan wanita yang akan dinikahinya. Sebenarnya kenyataan itu tidak 100% tepat, malah bisa dipermasalahkan. Ini bisa dikatakan sedemikian kerana menurut cerita masyarakat Iban di Rumah-Rumah panjang, selain orang Bujang (Belum Menikah) ada juga individu yang telah 
berkeluarga melakukan ekspedisi memburu kepala (Ngayau).
 
                                          
Iban Adalah salah satu suku Dayak yang memiliki adat Ngayau. Sebenarnya tidak semua suku dayak melakukan tradisi " Ngayau "Loh!!!, beberapa suku dayak tidak melakukan tradisi ini.
budaya Melayu dan Dayak relatif menjadi panutan. Nilai-nilai budaya kelembutan, kesantunan, penghormatan yang tinggi terhadap hukum adat (juga hukum formal) dilatarbelakangi faktor topografis dan geografis, serta sentuhan peradaban besar seperti Islam, Hindu, Budha dan Kristen.
 
                        Foto saat " Tragedi Sambas " Terjadi.

Entah apa tradisi ini masih dilakukan pada zaman sekarang, terakhir kali tradisi " Ngayau " terjadi pada saat " Tragedi Sambas " pada saat itu terjadi perang etnis Dayak dan Madura yang terjadi pada pergantian tahun 1996-1997 di Sanggau Ledo, Sambas Kalimantan Barat. Pada saat itu korban yang paling banyak jatuh berasal dari etnis madura. Masyarakat Dayak, katanya, sebenarnya menyukai hidup damai, bersifat terbuka, dan dapat menerima warga pendatang. Asal, mereka bisa beradaptasi dan menghargai budaya dan masyarakat setempat. Namun jika dipancing dengan iblis " Kekerasan " yah akhirnya bisa keluar juga karakter asli dan power dari Suku Dayak yang cukup membuat mental ciut.Yah mudah-mudahan tidak ada lagi kerusuhan-kerusuhan ditanah air indonesia tercinta ini. Damai Indonesiaku!!! (^_^)

" Persiapan Upacara Ngayau Resmi "

 
Bahan-bahan yang dipersiapkan dalam upacara ngayau, antara lain:
  • - 7 piring pulut (ketan)
  • - 7 piring tempe (pulut yang dicampur dengan beras)
  • - 7 piring rendai (terbuat dari beras ketan yang disangrai)
  • - 7 butir telur ayam matang
  • - 1 piring berisi: sirih, gambir (sedek), rokok, kapur pinang, buah pinan, tembakau, 7 buah ketupat yang diikat, beras dicampur pulut, 7 jalong cubit, seikat benang yang diikatkan di sungki (ketupat/lepat diikat dengan daun).
  • - 1 piring utai bekaki (tepung pulut dicampur dengan tepung beras dibuat hiasan seperti tutup sersang, bintang, bintang banyak, udang, pesawat, dan sebagainya).
  • -3 piring udah berisi bahan-bahan yang digunakan dalam upacara dan ditempatkan dalam ancak yang terbuat dari potongan bambu yang dirangkai dengan seutas tali.
  • - 2 ekor babi (boleh jantan atau betina).
  • - 3 ekor ayam jantan
  • - tengkorak manusia sebagai simbol
  • - 1 buah kelapa tua sebagai simbol kepala manusia
  • - minuman tuak

Peralatan perang antara lain :
- sangkok atau tombak
- terabi (perisai)
- tersang (ancak) terbuat dari bambu untuk menyimpan sesajian
- mandau
- 1 buah bendera dengan 5 warna :

- merah = sifat berani
- hijau = lambang kesuburan
- kuning = melambangkan ketulusan
- hitam = melambangkan perlindungan dari orang yang bermaksud tidak baik.
- putih = melambangkan hati dan pikiran yang suci/jernih.

Alat-alat yag digunakan :
- grumung (gong kecil)
- tawak (gong besar)
- gendang
-bebendai (gong sedang)

   
Prosesi Upacara

A. Ngantar pedara (ngantar sesajen)
1. Sebelum turun mengayau, satu minggu sebelumnya para wanita mempersiapkan segala perangkat adat yang dipergunakan untuk membuat sesajen (pedara).
Persiapan untuk membuat sesajen disebut engkira, yaitu mempersiapkan segala bahan-bahan yang digunakan untuk upacara. Sedangkan kaum laki-laki mempersiapkan segala peralatan untuk berperang dan mendata pengaroh (jimat) serta begiga (berburu), mencari lauk pauk untuk persediaan perbekalan selama ngayau.
2. Para Kesatria perang duduk secara berderet lalu bermacam-macam sesajen yg masing-masing terdiri dari 7 piring dihidangkan di depan kesatria. 7 piring mempunyai makna 7 lapis langit.
3. Membaca mantra dilakukan oleh kepala kampung lalu mengibaskas ayam diatas kepala ksatria perang sebanyak tiga kali dan dilakukqan secara berulang-ulang.
4. Kepala kampung mengajak ketua adat yang dipilih untuk membuat sesajen yang diawali dengan pembacaan mantra atau jampi-jampi, lalu ketua adat mencurahkan air tuak sebanyak 7 kali untuk memanggil roh nenek moyang yang dianggap sebagai pelindung dalam perang untuk melindungi dan membantu selama berperang.
5. Mencurahkan atau membuang tuak sebanyak 3 kali untuk mengundang orang-orang dari kayangan untuk hadir dirumah Betang.
6. Ketua adat meminum tuak supaya roh-roh nenek moyang yang sudah berada dirumah Betang untuk melakukan kompromi dalam membuat sesajen yang dipersembahkan kepada roh-roh nenek moyang yang hadir di rumah Betang. Dalam membuat sesajen, yang pertama diambil adalah pulut sebagai lambang perekat kebersamaaan, dimana dalam perang diperlukan adanya persatuan dan kesatuan.
7. Kepada kampung mempersiapkan para tamu untuk menikmati hidangan yang disajikan oleh kedua wanita, maknanya adalah para tamu diharapkan untuk mendukung kegiatan/ peperangan yang akan dilakukan.
8. Kepala kampung mengajak para ksatria perang meminum tuak maknanya memberikan semangat kepada ksatria dalam menghadapi peperangan.
9. Kepala kampung mengambil tumpe lalu menaburkan padi yang telah disanangrai yang melambangkan bahwa masyarakat Dayak Iban mempunyai hati nurani yang jujur dan luhur.
10. Mengambil sirih dan perlengkapan seperti :rokok, daun apok, serta perlengkapan sesajen yang lain masing-masing diambil 5 batang untuk setiap satu piring, lalu ditaruh diacak yang didirikan ditiang tengah dari rumah Betang/tiang ranyai agar orang-orang panggau (kayangan) bersama dengan para tamu dirumah Betang.

 

B. Turun Ngayau

 
1. Kepala adat membaca mantra untuk peralatan perang supaya diberkati oleh ketua-ketua adat yang telah mendahului.
2. Kepala adat memotong ayam dilakukan diatas`tangga dan diambil darahnya untuk mengolesi kaki dan dahi para ksatria yang akan berperang agar diberkati. Setelah itu mencabut bulu ayam dan dioleskan didahi para tamu agar tridak diganggu oleh roh-roh jahat.
3. Para ksatria perang mengambil peralatan perang (pedang dan perisai) sertau mandau yang diselipkan dipinggang.
4. Lalu para ksatria menuruni tangga rumah Betang dengan korban satu ekor babi dengan maksud agar orang panggau (kayangan) ikut bersama dan membantu dalam perang.
5. Para ksatria mengatur strategi supaya dapat memotong kepala musuh yang berada didaerah-daerah.
6. Terjadilah pertempuran atau mengayau, musuh akhirnya kalah dan dipotong kepalanya yang dilambangkan dengan kelapa tua atau tengkorak manusia.
7. Setelah berhasil memotong kepala musuh, para ksatria meluapkan kegembiraan dengan menari-nari lalu mengatur strategi untuk kembali ke rumah Betang.
8. Para ksatria meletakkan hasil perolehan selama perang didepan tangga menuju rumah Betang sambil bercengkerama mengisahkan pengalaman mereka selama perang.
9. 2 orang wanita dan pawangnya menuruni tangga rumah Betang untuk mengantar sesajen untuk memberkati hasil perang.
10. Tuai rumah mengibaskan ayam dan memilih orang-orang yang akan membuat sesajen yang akan dipersembahkan kepada orang panggau ( kayangan ) yang telah membantu perang. 3 piring ditempelkan kepada 3 ancak yang terbuat dari bambu lalu dipasang pada tangga menuju rumah Betang untuk persembahan. Menurut kepercayaan mereka, sesajen ini selama 3 hari tidak boleh diganggu karena dapat mendetangkan musibah.


C. Memasuki rumah Betang

1. Setelah terdengar bunyi-bunyian alat musik sebagai pertanda bahwa para kesatria perang diperbolehkan untuk menaiki rumah betang dengan terlebih dahulu dibacakan mantera, lalu para ksatria dikibas dengan ayam, mencabut bulu ayam, memotong babi lalu dioleskan di dahi barulah menaiki tangga rumah betang. Sampai pada tangga paling atas dicurahkan tuak, lalu tuai rumah memberikan minuman tuak untuk memberi semangat kepada para ksatria perang yang telah berhasil memotong kepala musuh.
2. Setelah di rumah betang, kepala kampung menyiapkan sesajen lalu mengibaskan ayam kepada para ksatria perang.
3. Ayam dipotong darahnya dioleskan ke kepala musuh (tengkorakmanusia) yang berhasil dipotong dan buah kelapa (sebagai simbol), mencabut bulu ayam lalu di oleskan di dahi para ksatria, sesajen diletakkan atau digantung diancak yang ditaruh pada tiang ranjai.
4. Para ksatria perang dengan membawa kepala musuh dan kelapa menari bersama dengan para wanita mengelilingi tiang ranyai sebagai ungkapan syukau kepada para panggau (orang kayangan) yang telah membantu perang, lalu mengelilingi rumah betang.

Seiring dengan kemajuan jaman, Upacara adat Ngayau yang sering dilakukan mempunyai makna mengisyaratkan atau memberitahukan generasi muda tentang peristiwa Ngayau pada jaman dulu.

Kita tak bisa menilai seseorang/sekelompok orang kejam karena pemikiran manusia selalu berbeda dan bervariasi antara satu dan yang lain, misalnya Hukum syariah islam akan memotong tangan seorang pencuri, bisa dianggap kejam, tapi disisi lain itu bisa untuk memberi pelajaran berharga, dan rasa jera bagi para pencuri, bayangkan bila misalnya seorang koruptor 100 juta = diberi hukuman 25 tahun penjara, 1 miliyar = penjara seumur hidup, Lebih dari 1 Miliyar= hukuman mati, wah bisa mati ketakutan para " Pemakan Uang Rakyat ". Jadi orang baik dan jahat bukan dinilai dari suku, dan agamanya ya, Because " Each Human is a Different " he he (^_^), Sekian artikel singkat saya mengenai tradisi " Ngayau ", mudah-mudahan dapat dipahami, dan diambil hikmah baiknya, dan ditinggal buruknya. Bye-bye (^__^) tunggu artikel saya selanjutnya!!

Baca selengkapnya tentang asal-usul suku dayak " Klik Disini "
Sumber: Wikipedia and Encyclopedia

7 komentar:

  1. its so horible!!!!

    BalasHapus
  2. Ha ha kalo liat aslinya kepala orang putus dijamin pingsan ditempat! (-__-")

    BalasHapus
  3. ngeliat film SAW aja Qw udah mual, , ,

    BalasHapus
  4. wah keren banget elin saya sebagai rakyat sunda jadi tambah ilmu nih,,,salam ya buat kamu dan keluarga khususnya dayak,,,yang sebenarnya mencintai perdamaian,,,

    BalasHapus
  5. makasih ya gan untuk infonya

    BalasHapus

Pleas Write You Comment About Rose and Dark Article

Ratings and Recommendations

" Other Rose Article "